Pada saat sudah tidak ada yang mengkritisi, bahkan apa yang dikatakan sebagai sabdo panditro ratu. Pada saat tidak ada penolakan dari apa saja atau bahkan semua yang disampaikan, merupakan tanda awal dari kejatuhan. Mengapa demikian? dari sikap dan tindakan untuk menerima bahkan menelan mentah-mentah tanpa ada sikap kritis sedikitpun berarti tidak lagi rasional, akibatnya kerusakan kronis dari kinerja dan bisa dipastikan produk dari kinerja yang tidak rasional akan mengecewakan baik kuantitas maupun kualitasnya.
Hormat, menghormati dan loyal kepada pimpinan merupakan kewajiban dan kebanggan, namun rasionalitas dan sikap kritis tetap harus ada dan dibudayakan. Mengapa demikian? Agar tidak terjadi : pengklutusan, kepemimpinan yang otoriter, abs ( asal bapak senang ) ndoro syndrome, ketakutan, bekerja atas perintas saja, birokrasi yang patrimonial, matinya sikap kritis. Loyalitas dapat dimaknai sebagai tindakan patuh dan taat atas kebijakan dan perintah pimpinan atau atasan yang diimplementasikan dalam pekerjaannya dengan tulus tanpa pamrih. Yang berarti bukan ketakutan atau bukan karena sikap membabu, yang tanpa pikir panjang.
Kritis memang tidak berarti tidak loyal, namun justru sebaliknya kritis itu justru loyal dan setia, walau pahit akan dikatakannya tetap bukan racun kepahitannya itu melainkan obat sehat, dalam birokrasi yang patrimonial dan tidak rasional pimpinan begitu dominan dan begitu berkuasanya hingga semua urusan berpusat ke pucuk pimpinan. Saat mendapat kritik, seakan candu itu dicabut, terus disengat hatinya, panas bagai tercabut sampai ke akarnya, emosi, marah, membalas dendam menjadi keputusannya yang kadang tanpa hati serta kejam dan biadab.
0 komentar:
Posting Komentar